Pengembangan Asesmen Otentik untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis, Perlukah?
Kemampuan berpikir kritis merupakan kompetensi yang harus
dikuasai siswa untuk menghadapi abad 21 (BSNP,
2010). Menurut Lai (2011), kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan dalam
menganalisis argumen, membuat kesimpulan, menilai atau mengevaluasi, dan memecahkan
masalah. Setiawan (2012) menyatakan kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan
untuk mengemukakan pendapat dengan terstruktur dan menilai secara sistematis
pendapat pribadi dan pendapat orang lain. Kemampuan berpikir kritis harus
diberdayakan melalui tujuan pembelajaran, proses pembelajaran serta asesmen, karena
merupakan kemampuan berpikir yang penting bagi siswa dan berpengaruh terhadap
hasil penilaian pengetahuan siswa (Saavedra, 2012).
Pemerintah menetapkan standar proses pembelajaran,
standar penilaian dan kompetensi yang harus dikuasai siswa melalui Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22, 23 dan 24 tahun
2016. Menurut Permendikbud Nomor 22 tahun 2016, salah satu model pembelajaran
yang disarankan adalah model inkuiri. Model pembelajaran inkuiri menuntut siswa
belajar melalui proses merumuskan permasalahan, mengajukan suatu jawaban
sementara, mengumpulkan data/informasi, serta menguji hipotesis dan menarik
suatu kesimpulan.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 23 tahun 2016, penilaian yang
dilakukan oleh guru mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam
pembelajaran. Penilaian yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan
sikap disebut dengan penilaian otentik. Penilaian otentik merupakan penilaian yang
menghendaki unjuk kerja secara nyata, bermakna dan merupakan penerapan dari
pengetahuan siswa, keterampilan siswa, dan sikap siswa (Mueller,2008).
Kemampuan berpikir kritis merupakan keterampilan dominan
yang harus diajarkan secara eksplisit kepada siswa yang diajarkan secara tidak
langsung melalui kegiatan pembelajaran (Zubaidah, 2016). Dalam pembelajaran
inkuiri terbimbing, siswa menemukan sendiri suatu konsep menggunakan metode
ilmiah, hal ini juga melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan
berpikir kritis bisa dilakukan jika siswa mampu melakukan kemampuan berpikir
tingkat tinggi yang meliputi domain menganalisis, mengevaluasi dan mencipta.
Tujuan pembelajaran, proses pembelajaran dan asesmen
merupakan tiga mata jangkar pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan. Perlu
adanya perubahan pola asesmen yang dilakukan guru dari segi
jenis asesmen yang digunakan, maupun tingkat pengetahuan yang diukur dalam
asesmen tersebut. Dalam upaya mengembangkan kemampuan berpikir kritis, perlu dikembangkan
asesmen yang dapat mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan uraian
di atas maka perlu pengembangan asesmen otentik yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam berpikir kritis