Sunday, May 15, 2016

MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN



disusun oleh : 
Amien Fadli
Mahasiswa Universitas Negeri Malang 
Jurusan S1 Pendidikan Biologi

1.1  Latar Belakang
Mikroba adalah mahluk hidup yang berukuran mikroskopis yang ada dan hidup di sekitar kita. Mikroba di alam secara umum berperan sebagai produsen, konsumen, maupun redusen. Jasad produsen menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik dengan energi sinar matahari. Mikroba yang berperan sebagai produsen adalah algae dan bakteri fotosintetik. Jasad konsumen menggunakan bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Contoh mikroba konsumen adalah protozoa. Jasad redusen menguraikan bahan organik dan sisa-sisa jasad hidup yang mati menjadi unsur-unsur kimia (mineralisasi bahan organik), sehingga di alam terjadi siklus unsur-unsur kimia. Contoh bakteri redusen adalah bakteri dan jamur.
Diantara berbagai mikroorganisme yang terdapat di alam di samping ada yang merugikan manusia yaitu dapat menyebabkan penyakit atau merusak material, ada juga beberapa jenis yang bermanfaat.  Dengan adanya jumlah jenis mikroorganisme yang bermanfaat dalam peningkatan kualitas lingkungan maka mikrooranisme mulai banyak digunakan dalam teknologi pengolahan limbah dalam rangka mengatasi masalah pencemaran. Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%,sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara (Rohendi, 2005). 
Saat ini mikroba banyak dimanfaatkan di bidang lingkungan, yang berperan membantu memperbaiki kualitas lingkungan. Terutama untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan, baik di lingkungan tanah maupun perairan. Bahan pencemar dapat bermacam-macam mulai dari bahan yang berasal dari sumber-sumber alami sampai bahan sintetik, dengan sifat yang mudah dirombak (biodegradable) sampai sangat sulit bahkan tidak bisa dirombak (rekalsitran/ nonbiodegradable) maupun bersifat meracun bagi jasad hidup dengan bahan aktif tidak rusak dalam waktu lama (persisten). Dalam hal ini akan dibahas beberapa pemanfaatan mikroba dalam proses peruraian bahan pencemar dan peran lainnya untuk mengatasi bahan pencemar.
Mikroba atau mikroorganisme telah banyak memberikan peran sebagai bukti keberadaannya. Mikroba berperan penting dalam siklus kehidupan yang membuat semuanya berjalan seimbang. Mikroba berperan dalam proses pembusukan sampah dan jasad hewan yang lain. Mikroba juga berperan dalam siklus energy dalam lingkungan energi. Mikroba dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah lingkungan yang kita hadapi sekarang.
Suatu mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik jika kondisi lingkungan sekitarnya sangat mendukung. Mikroorganisme yang tumbuh adalah pertambahan jumlah mikroba sehingga dapat membentuk suatu populasi mikroba yang dapat disebut dengan koloni dan bukan sel-sel yang bertambah besar atau bertambah panjang. Populasi mikroorganisme dapat menjadi besar sekali dala jangka waktu yang relatif singkat dan pertumbuhan mikroorganisme yang tidak dapat dikendalikan. Kehadiran mikroorganisme di lingkungan dapat memberikan keuntungan dan kerugian.

1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.      Apa saja mikroba yang terdapat dalam limbah?
2.      Bagaimana pemanfaatan mikroba dalam proses bioremidiasi?
3.      Bagaiamana pengaruh aktivitas mikroba terhadap kerusakan lingkungan?
1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalaha ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui  mikroba yang terdapat dalam limbah?
2.      Untuk mengetahui pemanfaatan mikroba dalam proses bioremidiasi?
3.      Untuk mengetahui pengaruh aktivitas mikroba terhadap kerusakan lingkungan?



BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Mikroba dalam Limbah
            Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari proses kegiatan manusia (Ign Suharto, 2011 :226). Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Sepert limbah dari sisa praduksi pabrik yang langsung dibunag ke sungai akan menimbulkan dampak berbahaya bag lngkungan


            Mikroba di alam secara umum berperan sebagai produsen, konsumen, maupun redusen. Jasad produsen menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik dengan energi sinar matahari. Mikroba yang berperan sebagai produsen adalah algae dan bakteri fotosintetik. Jasad konsumen menggunakan bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Contoh mikroba konsumen adalah protozoa. Jasad redusen menguraikan bahan organik dan sisa-sisa jasad hidup yang mati menjadi unsur-unsur kimia (mineralisasi bahan organik), sehingga di alam terjadi siklus unsur-unsur kimia. Contoh bakteri redusen adalah bakteri dan jamur.
Eschericia coli dapat menyebabkan penyakit disentri bila masuk ke dalam sistem pencernaan manusia, selain itu bakteri Escherichia coli juga merupakan bakteri pencemar, kehadirannya di dalam badan air dapat menunjukkan bahwa air tersebut sudah terkontaminasi-fekal (feses manusia, hewan). Materi fekal yang masuk ke dalam badan air, selain membawa bakteri patogen juga akan membawa bakteri pencemar yang merupakan flora normal saluran pencernaan manusia, misalnya Escherichia coli dan kelompok coliform lain (Enterobacteriaceae, Enterococcus), yang kehadirannya dapat dipakai untuk indikator pencemaran air oleh materi fekal (Kusnadi, 2010).
Dalam air baik yang kita anggap jernih, sampai terhadap air yang keadaannya sudah kotor atau tercemar, di dalamnya akan terkandung sejumlah ke-hidupan, yaitu misalnya yang berasal dari sumur biasa, sumur pompa, sumber mata-air dan sebagai-nya, di dalamnya terdiri dari bakteri, yaitu :
·           Kelompok bakteri besi (misalnya Crenothrix dan Sphaerotilus) yang mampu mengoksidasi senyawa ferro menjadi ferri. ABkibat kehadirannya, air sering berubah warna kalau disimpan lama yaitu warna kehitam-hitaman, kecoklat-coklatan, dan sebagainya.
·           Kelompok bakteri belerang (antara lain Chromatium dan Thiobacillus) yang mampu mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S. Akibatnya kalau air disimpan lama akan tercium bau busuk seperti bau telur busuk.
·           Kelompok mikroalge (misalnya yang termasuk mikroalga hijau, biru dan kersik), sehingga kalau air disimpan lama di dalamnya akan nampak jasad-jasad yang berwarna hijau, biru atau pun kekuning-kuningan, tergantung kepada dominasi jasad-jasad tersebut serta lingkungan yang mempengaruhinya.
Kehadiran kelompok bakteri dan mikroalga tersebut di dalam air, dapat menyebabkan terjadinya penurunan turbiditas dan hambatan aliran, karena kelompok bakteri besi dan bele­rang dapat membentuk serat atau lendir. Akibat lainnya adalah terjadinya proses korosi (pengkaratan) terhadap benda-benda logam yang berada di dalamnya, men­jadi bau, berubah warna, dan sebagainya.
Untuk limbah padat, jenis mikroba yang ada berbeda dari limbah cair. Limbah padat yang terdapat dilingkungan umumnya berupa sampah hasil rumah tangga dan produksi. Sampah ini kebanyakan akan diolah menjadi kompos. Pengomposan prosesnya mengunakan mikroorganisme aerob dan anaerob. Mikroorganisme yang dapat membantu dalam pengelolaan sampah diantaranya seperti Lactobacillus sp., Khamir, Streptomyces, dan Aktinomycetes (Fauzan, 2014)

2.2 Pemanfaatan Mikroba dalam Proses Bioremidiasi
Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. Menurut Munir (2006), bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti CO2, metan, air dan senyawa semula tersebut (Ciroreksoko, 1996). Sedangkan menurut Craword (1996), bioremediasi merujuk pada penggunaan secara produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan yang mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat, biasanya sebagai kontaminan tanah, air dan sedimen..
Menurut Sunarko (2001), bioremediasi mempunyai potensi untuk menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalah-masalah lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan, bioremediasi adalah salah satu teknologi untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi, dan bakteri yang berfungsi sebagai agen bioremediator.
 Proses pengolahan limbah cair oleh mikroba dalam mendegradasi senyawa kimia yang berbahaya di lingkungan sangat penting. Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi (Munir, 2006). Misalnya mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2.
Saat terjadinya bioremediasi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroba memodifikasi senyawa kimia berbahaya dengan mengubah struktur kimianya biasa disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, di mana senyawa kimia terdegradasi, strukturnya tidak kompleks dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun
Mikroba banyak dimanfaatkan di bidang lingkungan, terutama untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan (bioremidiasi), baik di lingkungan tanah maupun perairan. Bahan pencemar dapat bermacam-macam mulai dari bahan yang berasal dari sumber-sumber alami sampai bahan sintetik, dengan sifat yaang mudah dirombak (biodegradable) sampai sangat sulit bahkan tidak bisa dirombak (rekalsitran/nonbiodegradable) maupun bersifat meracun bagi jasad hidup dengan bahan aktif tidak rusak dalam waktu lama (persisten). Berikut adalah contoh penggunakan mikroba untu bioremidiasi beberapa macam limbah.
a). Penggunaan Mikroba dalam pembersihan air
Mikroba yang terdapat dalam air limbah kebanyakan berasal dari tanah dan saluran pencernaan. Bakteri colon (coliforms) terutama Escherichia coli sering digunakan sebagai indeks pencemaran air. Bakteri tersebut berasal dari saluran pencernaan manusia dan hewan yang dapat hidup lama dalam air, sehingga air yang banyak mengandung bakteri tersebut dianggap tercemar. Untuk mengurangi mikroba pencemar dapat digunakan saringan pasir atau trickling filter yang segera membentuk lendir di permukaan bahan penyaring, sehingga dapat menyaring bakteri maupun bahan lain untuk penguraian. Penggunaan lumpur aktif juga dapat mempercepat perombakan bahan organik yang tersuspensi dalam air.
Beberapa mikroba yang penting di dalam pengolahan air limbah antara lain bakteri nitrifikasi, bakteri denitrifikasi, dan bakteri metanogen. Bakteri nitrifikasi adalah bakteri-bakteri yang mengubah amonia menjadi nitrat. Nitrifikasi adalah proses dua tahap dimana amonia dioksidasi menjadi nitrit kemudian dilanjutkan dengan oksidasi nitrit menjadi nitrat. Bakteri nitrifikasi tergolong dalam kelompok bakteri autotrof aerob. Genus yang paling umum dari bakteri nitrifikasi adalah Nitrosomonas (mengubah amonia menjadi nitrit) dan Nitrobacter (mengubah nitrit menjadi nitrat). Di samping kedua genus bakteri ini, terdapat pula genus bakteri lain yang mampu mengoksidasi amonia menjadi nitrit (Nitrosococcus, Nitrosospira, Nitrosolobus, dan Nitrosorobrio) serta nitrit menjadi nitrat (Nitrococcus, Nitrospira, Nitrospina, dan Nitroeystis) (Metcalf :2004).
Bakteri denitrifikasi adalah bakteri-bakteri yang mengkonversi nitrat menjadi nitrogen bebas (N2). Bakteri denitrifikasi dapat berasal dari kelompok autotrof maupun heterotrof. Yang berasal dari kelompok autotrof misalnya Nitrosomonas europaea. Sementara itu yang termasuk dalam kelompok heterotrof antara lain berasal dari genus Vibrio, Pseudomonas, Rhizobium, Bacillus, dan Alcaligenes (Metcal, 2004)
Bakteri metanogen adalah bakteri-bakteri yang menghasilkan metan (CH4) dari senyawaan asetat. Bakteri metanogen dikelompokkan ke dalam empat ordo yaitu Methanobacteriales, Methanomicrobiales, Methanococcales, dan Methanosarcinales (Bitton, 2005).
b). Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan Detergen
Alkil benzil sulfonat (ABS) adalah komponen detergen, yang merupakan zat aktif yang dapat menurunkan tegangan permukan sehingga dapat digunkan sebagai pembersih. ABS mempunyai Na-sulfonat polar dan ujung alkil non-polar. Pada proses pencucian, ujung polar ini menghadap ke kotoran (lemak) dan ujung polarnya menghadap ke luar (ke-air). Bagian alkil dari ABS ada yang linier dan non-linier (bercabang). Bagian yang bercabang ABS-nya lebih kuat dan berbusa, tetapi lebih sukar terurai sehingga menyebabkan badan air berbuih. Sulitnya peruraian ini disebabkan karena atom C tersier memblokir beta-oksidasi pada alkil. Hal ini dapat dihindari apabila ABS mempunyai alkil yang linier. Namun ada beberapa bakteri yang dapat menguraikan ABS meskipun memakan waktu yang cukup lama.
c). Penggunaan Mikroba dalam Menguraikan Plastik
            Plastik banyak kegunaannya tetapi polimer sintetik plastik sangat sulit dirombak secara alamiah. Hal ini mengakibatkan limbah yang plastik semakin menumpuk dan dapat mencemari lingkungan. Plastik terdiri atas berbagai senyawa yang terdiri dari polietilen, polistiren, dan polivinil klorida. Bahan-bahan tersebut bersifat inert dan rekalsitran. Bahan tambahan untuk pembuatan plastik seperti Phthalic Acid Esters (PAEs) dan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) sudah diketahui sebagai karsinogen yang berbahaya bagi lingkungan walaupun dalam konsentrasi rendah.
Dari alam telah ditemukan mikroba yang dapat merombak plastik, yaitu terdiri dari dari bakteri, actynomycetes, jamur, dan khamir yang umumnya dapat menggunakan plasticizers sebagai sumber C, tetapi hanya sedikit mikroba yang telah ditemukan mampu merombak polimer plastiknya yaitu jamur Aspergillus fischeri dan Paecilomyces sp. Sedangkan mikroba yang mampu merombak dan menggunakan sumber C dari plsticizers yaitu jamur Aspergillus niger, A. Versicolor, Clasdosporium sp., Fusarium sp., Penicillium sp., Trichoderma sp., Verticillium sp., dan khamir Zygosaccharomyces drosophilae, Saccharomyces cerevisiae, serta bakteri Pseudomonas aeruginosa, Brevibacterium sp., dan actynomycetes Streptomyces rubrireticuli.
Untuk dapat merobak plastik, mikroba harus dapat mengkontaminasi lapisan plastik melalui muatan elektrostatik dan mikroba harus mampu menggunakan komponen di dalam atau pada lapisan plastik sebagai nutrien. Plasticizers yang membuat plastik bersifat fleksibel seperti adipat, oleat, risinoleat, sebakat, dan turunan asam lemak lain cenderung mudah digunakan, tetapi turunan asam phthalat dan fosforat sulit digunakan untuk nutrisi. Hilangnya plasticizers menyebabkan lapisan plastik menjadi rapuh, daya rentang meningkat dan daya ulur berkurang.

d). Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan Minyak bumi
Minyak bumi tersusun dari berbagai macam molekul hidrokarbon alifatik, alisiklik, dan aromatik. Mikroba berperan penting dalam menguraikan minyak bumi ini. Ketahanan minyak bumi terhadap peruraian oleh mikroba tergantung pada struktur dan berat molekulnya. Fraksi alkana rantai C pendek, dengan atom C kurang dari 9 bersifat meracun terhadap mikroba dan mudah menguap menjadi gas. Fraksi n-alkana rantai C sedang dengan atom C 10-24 paling cepat terurai. Adanya rantai C yang bercabang pada alkana akan mengurangi kecepatan peruraian, karena atom C tersier atau kuarter mengganggu mekanisme biodegradasi.
Apabila dibandingkan maka senyawa aromatik akan lebih lambat terurai daripada alkana linier. Sedang senyawa alisiklik sering tidak dapat digunakan sebagai sumber C untuk mikroba, kecuali mempunyai rantai samping alifatik yang cukup panjang. Senyawa ini dapat terurai karena kometabolisme beberapa strain mikroba dengan metabolisme saling melengkapi. Jadi walaupun senyawa hidrokarbon dapat diuraikan oleh mikroba, tetapi belum ditemukan mikroba yang berkemampuan enzimatik lengkap untuk penguraian hidrokarbon secara sempurna.
Feliatra (2002) menyatakan Di Selat Malaka terdapat genus acinobacter, arthrobacter, brevibacterium, corynebacterium, flavobacterium, mycobacterium, dan vibrio, serta beberapa jenis jamur. Mereka bisa dimanfaatkan dalam aktivitas penguraian senyawa hidrokarbon yang ditumpahkan ke laut secara efisien, jika mikroba yang terlibat dalam genus-genus itu terlibat dalam hubungan yang sinergis dengan bakteri pengurai pestisida, senyawa berhalogen, serta pengurai deterjen. Pencemaran minyak dilautan terjadi karena seperti adanya kecelakaan kapal tangker yang memuat mnyak, ada kapal yang tenggelam dan lain lain, sehingga tumpahan mnyak ini akan mencemari laut.
https://bonaventura21.files.wordpress.com/2014/01/deepwater-horizon-oil-leak.jpg
Pelaksanan bioremediasi dengan menggunakan bakteri pada dasarnya menmbutuhkan kerja sama lebih dari satu spesies bakteri. Hal tersebut karena senyawa hidrokarbon seperti minyak bumi terbentuk dari bayak gugus yang berbeda dan bakteri hanya dapat menggunakan hidrokarbon pada kisaran tertentu. Beberapa bakteri yang memanfaatkan hidrokarbon sebagai senyawa pertumbuhan serta secara tidak langsung berperan dalam bioremediasi adalah :
1. Pseudomonas sp.
Pseudomonas sp. merupakan salah satu bakteri yang memanfaatan bakteri menjadi biosurfaktan. Jenis bakteri ini dapat di,manfaatkan dengan baik dalam melakukan bioremediasi dengan hidrokarbon. Ada dua macam  biosurfaktan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas :
1. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair.
2. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.
Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan. Substrat yang padat dipecah oleh biosurfaktan, sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel (Pelezar et.al, 1986).
2. Acinetobacter
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan panjang 1,5- 2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-350 C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini, sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa strain.
3.      Bacillus
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek (biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 m dan panjang 3-5m. Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya yaitu 30-50o C dan dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon minyak bumi dengan cepat.  Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.
Selain dari golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat dilakukan oleh fungi. Fungi pendegradasi hidrokarbon umumnya berasal dari genus Phanerochaete, Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces, Cladosporium. Jamur dari genus ini mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik.. Jamur dari golongan Deuteromycota (Aspergillus niger, Penicillium glabrum, P. janthinellum, Zygomycete, Cunninghamella elegans ), Basidiomycetes (Crinipellis stipitaria) diketahui juga dapat mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatic
e). Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan Logam Berat
Limbah penambangan emas dan tembaga yang banyak mengandung logam berat terutama air raksa (Hg), industri logam dan penyamakan kulit banyak menghasilkan limbah logam berat terutama cadmium (Cd), serta penggunaan pupuk (misalnya pupuk fosfat) yang mengandung logam berat seperti Hg, Pb, dan Cd sekarang banyak menimbulkan masalah pencemaran logam berat. Bakteria dapat menghasilkan senyawa pengkhelat logam yang berupa ligan berberat molekul rendah yang disebut siderofor. Siderofor dapat membentuk kompleks dengan logam-logam termasuk logam berat. Umumnya pengkhelatan logam berat oleh bakteri adalah sebagai mekanisme bakteri untuk mempertahankan diri terhadap toksisitas logam. Bakteri yang tahan terhadap toksisitas logam berat mengalami perubahan terhadap sistem transport di membran selnya, sehingga terjadi penolakan atau pengurangan logam yang masuk ke dalam sitoplasma. Dengan demikian logam yang tidak dapat melewati membran sel akan terakumulasi dan diendapkan.
Untuk mengambil logam berat yang sudah terakumulasi oleh bakteri, dapat dilakukan dengan beberapa macam cara. Logam dari limbah cair dapat dipisahkan dengan memanen mikroba. Logam yang berada dalam tanah lebih sulit untuk dipisahkan, tetapi ada cara pengambilan logam dengan menggunakan tanaman pengakumulasi logam berat. Tanaman yang termasuk sawi-sawian (misal Brassica juncea) dapat digunakan bersama-sama dengan rhizobacteria pengakumulasi logam (misal Pseudomonas flurescens) untuk mengambil logam berat yang mencemari tanah. Selanjutnya logam yang telah terserap tanaman dapat dipanen dan dibakar untuk memisahkan logam beratnya (Munir, 2006)
Limbah pabrik yang banyak mengandung logam berat dapat dibersihkan oleh mikroorganismeyang dapat menggunakan logam berat sebagai nutrien atau hanya menjerab (imobilisasi) logam berat. Mikroorganisme yang dapat digunakan diantaranya adalah Thiobacillus ferrooxidans dan Bacillus subtilis. Thiobacillus ferrooxidans mendapatkan energi dari senyawa anorganik seperti besi sulfida dan menggunakan energi untuk membentuk bahan-bahan yang berguna seperti asam fumarat dan besi sulfat. Bacillus subtilis memiliki kemampuan mengikat beberapa logam berat seperti Pb, Cd, Cu, Ni, Zn, Al dan Fe dalam bentuk nitrat. Logam-logam tersebut dapat dilarutkan kembali setelah bakterinya dilisiskan. Logam tersebut dapat digunakan kembali oleh industri-industri logam.
f). Penggunaan Mikroba dalam Menguraikan Limbah Organik
            Penggunaan mikroba dalam mengolah limbah organik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menjadikannya pupuk organik dan menjadikannya biogas. a. Produksi pupuk organik
Pupuk organik merupakan hasil penguraian bahan organik oleh jasad renik atau mikroorganisme yang berupa zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tanaman. Misal Kompos, pupuk kandang, dan pupuk hijau. Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahanbahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Crawford, 2003). Kompos atau pupuk kandang sudah cukup lama dikenal dan dipergunakan, tetapi baru sebatas menggunakan apa adanya, belum sampai pada usaha untuk meningkatkan kualitas dari kompos dan pupuk kandang tersebut. Rakitan teknologi pembuatan pupuk alternatif mulai membudaya di masyarakat kita, yaitu upaya pembuatan kompos.
Kompos adalah bahan organik hasil proses dekomposisi dan mempunyai susunan yang relatif stabil. Kompos banyak digunakan untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Secara alami kompos dapat terjadi dari peruraian sisa-sisa tumbuhan dan hewan. Pengomposan secara alami berlangsung dengan lambat, tetapi dengan berkembangnya bioteknologi maka proses pengomposan dapat dipercepat.
Pada proses pengomposan terjadi proses biokonversi bahan organik oleh berbagai kelompok mikroba heterotrof. Mikroba yang berperan dalam proses tersebut adalah bakteri, jamur actynomycetes dan protozoa. Peranan mikroba yang bersifat selulolitik dan lignilolitik sangat besar pada proses dekomposisi sisa tanaman yang banyak mengandung lignoselulosa.
Selama pengomposan terjadi proses oksidasi C-organik menjadi CO2 yang dapat membebaskan energi dalam bentuk panas. Dalam pengomposan tertutup, suhunya dapat mencapai 65-75oC. Pada suhu tersebut aktifitas mikroba pada umumnya turun, danproses perombakannya dilanjutkan oleh mikroba termofil yang mulai berkembang apabila suu meningkat sampai 50oC. Setelah suhu turun kembali akan ditumbuhi lagi oleh mikroba mesofil, dan merupakan pertanda bahwa kompos sudah mulai matang. Hal yang terpenting adalah kompos justru memperbaiki sifat tanah dan lingkungan, (Dipoyuwono, 2007).
b.         Produksi biogas
Limbah-limbah organik dan peternakan yang diuraikan oleh bakteri kelompok metanogen dapat menghasilkan biogas yang sebagian besar berupa metana. Biogas (metana) dapat terjadi dari penguraian limbah organik yang mengandung protein, lemak dan karbohidrat. Penguraian ini dilakukan untuk fermentasi oleh bakteri anaerob sehingga bejana yang digunakan untuk fermentasi limbah ini harus ditutup.
Ada tiga tahap dalam pembuatan biogas. Tahap pertama adalah reduksi senyawa organik yang komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh bakteri hidrolitik. Bakteri hidrolitik ini bekerja pada suhu antara 30-40oC untuk kelompok mesophilik dan antara 50-60oC untuk kelompok termophilik. Tahap pertama ini berlangsung dengan pH optimum antara 6 sampai 7. Tahap kedua adalah perubahan senyawa sederhana menjadi asam organik yang mudah menguap seperti asam asetat, asam butirat, asam propionat dan lain-lain. dengan terbentuknya asam organik maka pH akan terus menurun, namun pada waktu yang bersamaan terbentuk buffer yang dapat menetralisir pH.
Di sisi lain untuk mencegah penurunan pH yang drastis maka perlu ditambahkan kapur sebagai buffer sebelum tahap pertama berlangsung. Bakteri pembentuk asam-asam organik tersebut diantaranya adalah Pseudomonas, Flavobacterium, Escherichia dan Aerobacter. Tahap ketiga adalah konversi asam organik menjadi metana, karbondioksida dan gas-gas lain seperti hidrogen sulfida, hidrogen dan nitrogen.

2.3 Pengaruh Aktivitas Mikroba terhadap Kerusakan Lingkungan
            Mikroba di alam secara umum berperan sebagai produsen, konsumen, maupun redusen. Jasad produsen menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik dengan energi sinar matahari. Mikroba yang berperan sebagai produsen adalah algae dan bakteri fotosintetik. Jasad konsumen menggunakan bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Contoh mikroba konsumen adalah protozoa. Jasad redusen menguraikan bahan organik dan sisa-sisa jasad hidup yang mati menjadi unsur-unsur kimia (mineralisasi bahan organik), sehingga di alam terjadi siklus unsur-unsur kimia. Contoh bakteri redusen adalah bakteri dan jamur.
Aktifitas mikroba dilingkungan selain untuk membantu penguraian sampah atau limbah lain, mikroba juga memberikan dampak lain kepada lingkungan akibat aktifitasnya. Kerusakan lingkungan terjadi akibat pencemaran limbah limbah yang berbahaya dan dapat merusak keseimbangan lingkungan, seperti limbah plastik, limbah tambang, limbah industri dan limbah limbah lain.
Kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba di lingkungan adalah kerusakan bahan pangan yang menjadikan bahan pangan tersebut membusuk sehingga tidak bisa dikonsumsi lagi. Mikroba akan merubah tekstur,struktur, aroma, rasa dan dari makanan itu. Selai itu mikroba juga dapat menyebabkan pencemaran biologi di perairan atau tanah. Keberadaan mikroba yang berlebihan di suatu daerah akan menyebabkan pencemaran, seperti adanya mikroba pathogen dalam air sehingga ai tidak layak untuk dikonsumsi. Seperti air yang tercemar E. Coli akan menyebabkan penyakit jika dikonsumsi.
Selain itu mikroba dapat menyebabkan penyakit pada tanaman dan hewan. Jika tanaman banyak yang mati terserang penyakit maka ekosstem lingkungan akan terganggu dan tidak seimbang lagi. Lingkungan akan rusak dan sebagian hewan akan kehilangan makanan dan ekosistem hidupnya.
Harmful Algae Blooms (HABs) merupakan fenomena pertumbuhan fitoplankton di air laut atau air payau yang dapat menyebabkan kematian massal ikan dan mengontaminasi biota lainnya dengan toksik  yang dikeluarkan oleh fitoplankton. Teluk Jakarta merupakan perairan yang kondisi zat haranya selalu berubah secara dinamis akibat adanya masukan massa air tawar dari sungai - sungai di sekitarnya yang mengandung senyawa-senyawa organik dan anorganik sebagai sumber pengkayaan zat hara (eutrofikasi).
http://images.natureworldnews.com/data/images/full/8003/hab.jpg

Mulyani (2012:58), menyatakan beberapa spesies fitoplankton berbahaya dari kelas Dinophyceae (Ceratium furca, Dinophysis caudate, Ganyaulax polygramma, Gayaurax spinifera, Gymnodinium catenatum, Gymnodinium sanguenium, Procetrum micans, dan Prorocetrum sigmoides). Kelas Bacillariophyceae (Chaetoceros sp., Nitzschia sp., Seklotonema costatum, dan Thalassiosira sp.) yang berpotensi menghasilka


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Mikroba yang berada dalam lmbah car adalah mikroba dari kelompok bakteri besi (misalnya Crenothrix dan Sphaerotilus), kelompok bakteri belerang (antara lain Chromatium dan Thiobacillus), dan kelompok mikroalge (misalnya yang termasuk mikroalga hijau, biru dan kersik).
2.      Mikroba berperan dalam proses boremididasi sebab mikroba mampu menguraikan senyawa senyawa yang menjadi penyusun limbah, seperti senyawa hidrokarbon pada mnyak. Selain itu mikroba juga mmapu mengakumulaiskan logam berat di dalam tubuhnya dan mamasukkan logam berat dar luar ke dalam tubuhnya sehingga logam berat akan terakumulasi didalam tubuh mikroba. Dengan jalan in pencemaran oleh logam berat dapat dikurangi dan datasi.
3.      Selain menguntungkan untuk proses bioremidiasi, aktifitas mikroba juga dapat merusak dan merugikan lingkungan, sepert pencemaran biologi di air oleh E. Coli dan peristiwa Blooming Alga yang banyak menyebabkan kematian pada ikan
3.2  Saran
Untuk penulis, pembuatan makalah, sebaiknya dilakukan jauh hari sehingga materi yang disajikan lebih luas dan lebih maksimal. Sedangkan untuk  para pembaca, sebaiknya kita mulai untuk mengurangi sampah dan mualai menggunakan prinsip bioremidiasi, sehingga pencemaran lingkungan di bumi ini bisa berkurang dan kelentarian tetap terjaga.





Text Box: 16 

DAFTAR RUJUKAN
Metcalf and Eddy, 2004, Wastewater Engineering 4th edition, McGraw Hill International Editions, New York.
Bitton, G, 2005,  Wastewater Microbiology 3rd edition,  Wiley-Liss Pub., New York.
Ciroeksoko, P. 1996. Pengantar Bioremediasi. Dalam Prosiding Pelatihan dan Lokakarya : Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan. P. Citroeksoko, A. Setiana, M.A. Subroto dan D. T. Djaja (Edt). Cibinong, 24 – 28 Juni 1996.
Crawford, R. dan D. L. Crawford. 1996. Bioremediation Principles and Application. Cambridge University Press. USA
Suharto.Ign. (2011). Limbah Kimia dalam Pencemaran Air dan Udara. Yogyakarta : CV. Andi Offset.
Kusnadi., Wikarta. 2010. Eksternalitas Pencemaran Sumber Daya Air. Unpad press
Fauzan., Ahmad. 2014. Pengolahan Limbah Padat Secara Aerob dan Anaerob. Depok : Universitas Indonesia
Sunarko., B. 2011. Pendekatan Riset Bioremediasi. LIPI. Bogor
Munir, E. 2006. Pemanfaatan Mikroba dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi Alternatif untuk Pelestarian Lingkungan. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Feliatra. 2002. Sebaran Bakteri (Escherichia coli) di Perairan Muara Sungai  Bantan Tengah Bengkalis Riau, Laboratorium Mikrobiologi Laut, Faperika. Universitas Riau.
Palezar, M.J., Chan, E.C.S, 1986, Dasar-dasar Mikrobiologi, Jilid I, Jakarta : UI.
Crawford,J.H. 2003. KOMPOS. Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia
Dipoyuwono .2007. Meningkatkan Kualitas Kompos. Meningkatkan Kualitas Kompos. Kiat  Menggatasi Permasalahan Praktis.Jakarta: Agromedia Pustaka.
Rohendi, E.2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah.DKI Jakarta:sebuah prosiding Bogor ,08 April 2012
Mulyani. 2012. Sebaran Spasiotemporal Warm Alga Bloom. Depok : UI