Monday, November 19, 2018

Pengembangan Asesmen Otentik untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis, Perlukah?

Pengembangan Asesmen Otentik untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis, Perlukah?


Kemampuan berpikir kritis merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa untuk menghadapi abad 21  (BSNP, 2010). Menurut Lai (2011), kemampuan berpikir kritis ad­­­­­­­alah kemampuan dalam menganalisis argumen, membuat kesimpulan, menilai atau mengevaluasi, dan memecahkan masalah. Setiawan (2012) menyatakan kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk mengemukakan pendapat dengan terstruktur dan menilai secara sistematis pendapat pribadi dan pendapat orang lain. Kemampuan berpikir kritis harus diberdayakan melalui tujuan pembelajaran, proses pembelajaran serta asesmen, karena merupakan kemampuan berpikir yang penting bagi siswa dan berpengaruh terhadap hasil penilaian pengetahuan siswa (Saavedra, 2012).

Pemerintah menetapkan standar proses pembelajaran, standar penilaian dan kompetensi yang harus dikuasai siswa melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22, 23 dan 24 tahun 2016. Menurut Permendikbud Nomor 22 tahun 2016, salah satu model pembelajaran yang disarankan adalah model inkuiri. Model pembelajaran inkuiri menuntut siswa belajar melalui proses merumuskan permasalahan, mengajukan suatu jawaban sementara, mengumpulkan data/informasi, serta menguji hipotesis dan menarik suatu kesimpulan.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 23 tahun 2016, penilaian yang dilakukan oleh guru mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam pembelajaran. Penilaian yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap disebut dengan penilaian otentik. Penilaian otentik merupakan penilaian yang menghendaki unjuk kerja secara nyata, bermakna dan merupakan penerapan dari pengetahuan siswa, keterampilan siswa, dan sikap siswa (Mueller,2008).
Kemampuan berpikir kritis merupakan keterampilan dominan yang harus diajarkan secara eksplisit kepada siswa yang diajarkan secara tidak langsung melalui kegiatan pembelajaran (Zubaidah, 2016). Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing, siswa menemukan sendiri suatu konsep menggunakan metode ilmiah, hal ini juga melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis bisa dilakukan jika siswa mampu melakukan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang meliputi domain menganalisis, mengevaluasi dan mencipta.
Tujuan pembelajaran, proses pembelajaran dan asesmen merupakan tiga mata jangkar pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan. Perlu adanya perubahan pola asesmen yang dilakukan guru dari segi jenis asesmen yang digunakan, maupun tingkat pengetahuan yang diukur dalam asesmen tersebut. Dalam upaya mengembangkan kemampuan berpikir kritis, perlu dikembangkan asesmen yang dapat mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan uraian di atas maka perlu pengembangan asesmen otentik yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam berpikir kritis
 

Sunday, November 18, 2018

TEORI EVOLUSI DALAM PERSPEKTIF AGAMA

Teori Evolusi dalam Perspektif Agama 



Evolusi adalah konsep terpenting dalam biologi, menurut seorang ahli genetika, Dobzhansky (1973), mengatakan bahwa tidak ada yang masuk akal dalam biologi kecuali ditinjau dari sudut pandang evolusi. Teori evolusi menjelaskan mengapa jutaan spesies dapat eksis. Prinsip ini mempersatukan keseluruhan sejarah kehidupan. Secara ringkas, evolusi menyatakan bahwa keanekaragaman bentuk kehidupan muncul sebagai hasil perubahan susunan genetiknya. Organisme-organisme modern merupakan keturunan dari bentuk-bentuk kehidupan sebelumnya yang mengalami modifikasi. Studi evolusi biologi memerlukan banyak pemahaman mengenai genetika, biokimia, embriologi, biogeografi, geologi, biologi, paleontologi, biologi molekuler, dan lain sebagainya (Lutfi dan Khusnuryani, 2005).

Darwin merupakan orang pertama yang mampu menyajikan kasus-kasus yang meyakinkan mengenai evolusi. Darwin juga mampu menghubungkan apa yang sebelumnya dilihat sebagai suatu kumpulan fakta membingungkan dan tidak saling berkaitan menjadi suatu pandangan mengenai kehidupan. Berbagai topik yang populer dalam biologi telah ia ketengahkan, besarnya keanekaragaman dalam organisme, asal-usul organisme dan kekerabatan, kemiripan dan ketidakmiripan, penyebaran geografis dan adaptasi dengan lingkungan (Ristasa, 2013).
Namun seiring dengan perjalanan waktu, teori evolusi mengalami penyempurnaan atau modifikasi hingga sampai saat ini. Seperti halnya teori evolusi Darwin menjadi teori evolusi sintesis modern. Teori tersebut menjadi populer dikalangan masyarakat umum. Dalam gagasan teori evolusinya, Darwin menjelaskan dalam bukunya The On the Origin of Species bahwa terdapat dua pokok gagasan yaitu pertama adalah spesies-spesies yang ada sekarang ini merupakan keturunan dari spesies moyangnya. Pada buku edisi pertama, Darwin tidak menggunakan kata evolusi melainkan modifikasi keturunan (descent with modifcation). Gagasan utama yang kedua adalah seleksi alam sebagai mekanisme modifikasi keturunan (Luthfi dan Khusnuryani, 2005).
Dari awal kemunculan teori evolusi Darwin telah memunculkan polemik dari berbagai kalangan naturalis (ilmuan), akademisi maupun agamawan. Sebagai kalangan agamawan menganggap kreasionisme sesuai dengan ajaran agama. Karena hal tersebut sudah tersirat atau dinashkan dalam kitab suci agama samawi. Seperti halnya Harun Yahya yang merupakan pioner kreasionisme islam yang tampil di depan dalam mengkampayekan kreasionisme dari presfektif islam. Harun Yahya dan penganut kreasionisme islam mencoba menukil dalil Al-Qur’an sebagai sebuah pijakan untuk menolak teori evolusi (Sutrisno, 2015). Wallahua'lam